Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Manfaat dan Bahaya Geotagging

Apa sih Geotagging itu? Biasanya kita mengenal istilah itu pada device-device mutakhir zaman sekarang. Geotagging di aplikasikan pada kamera-kamera digital maupun perangkat kamera ponsel terbaru.
Geotagging adalah proses menambahkan identifikasi geografis metadata untuk berbagai media seperti photo, video, website, atau RSS feed dan merupakan bentuk metadata geospasial. Data ini biasanya terdiri dari garis lintang dan bujur, meskipun mereka juga dapat mencakup ketinggian, bantalan, jarak, akurasi data, dan nama tempat.

Manfaat Geotagging
Geotagging dapat membantu pengguna menemukan berbagai macam informasi lokasi-spesifik. Misalnya, seseorang dapat menemukan gambar-gambar yang diambil di dekat lokasi tertentu dengan memasukkan koordinat lintang dan bujur ke mesin photo geotagging-enabled pencarian. Geotagging-diaktifkan layanan informasi juga dapat berpotensi digunakan untuk mencari berita berbasis lokasi, situs web, atau sumber lain. Geotagging dapat memberitahu pengguna lokasi isi gambar yang diberikan atau media lain atau sudut pandang. Dan sebaliknya pada beberapa platform media menunjukkan media yang relevan dengan lokasi tertentu.

Secara umum, proses ini telah disebut geocoding (mis. photo Geocode), sebuah istilah yang lebih sering merujuk kepada proses mengambil non-koordinat geografis berdasarkan pengidentifikasi, seperti alamat jalan, dan menemukan koordinat geografis yang terkait (atau sebaliknya untuk reverse geocoding), atau penggunaan kamera yang memasukkan koordinat ketika membuat gambar, misalnya menggunakan built dalam penerima GPS.
Dewasa ini sudah banyak kamera maupun ponsel yang sudah dilengkapi GPS yang bisa menambahkan informasi lokasi kedalam metadata photo atau biasa disebut dengan data exif. Sehingga photo tersebut  lokasinya bisa dilihat didalam peta Googlemap.
Namun bagaimana bila kita ingin melihat lokasi hasil jepretan kamera biasa yang tidak dilengkapi dengan GPS atau menggunakan GPS yang terpisah?  Hal ini bisa dilakukan asalkan kita mempunyai data koordinat lokasi photo tersebut walaupun tidak include dalam metadata atau data exif.
Kita bisa melakukan geotaging secara manual menggunakan bantuan software tertentu. Cara termudah untuk mencocokkan foto tersebut  ke lokasi spesifik adalah dengan menggunakan Google Maps dalam Picasa. Namun  juga dapat menggunakan fitur geotag asli dalam Picasa, dengan bantuan Google Earth.
Untuk keperluan ini kita harus memiliki Google Earth dan Picasa yang diinstal pada komputer. Bila belum terinstal bisa di download Google Earth di http://earth.google.com/ dan Picasa  di http://picasa.google.com/

Bahayanya Geotagging
Hati hati memposting photo anda di media sosial atau situs storage gratis. Di smartphone memiliki fitur geotag atau data photo diambil akan disimpan dalam photo. Photo dapat menunjukan di mana keberadaan anda, dan bisa dimanfaatkan orang orang yang tidak berkepentingan. Bukan photo pribadi saja, misalnya keluarga sering mengabadikan photo anak-anak lalu diupload ke media sosial atau sampai menyebutkan nama yang ada di photo. Bisa memancing kejahatan. Seperti photo-photo yang menampilkan banyak barang bagus dan mahal dapat memancing penjahat untuk mengambil barang. 
Photo yang diupload ke Facebook atau media sosial dan file photo share lain akan tetap membawa data lokasi dimana photo diambil. Dan bisa dibaca oleh orang lain, bahkan sangat detil dimana letak photo diabadikan. Dan orang lain dapat melihat di browser computer.

Bila ragu apakah photo yang pernah diupload masih membawa Geotag, di setting media sosial bisa dimatikan untuk info photo tersebut.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

APA ITU KAMERA GO PRO ?


Melihat sekilas, kamera ini kamera main-main. Mungkin ada yang menganggap kamera dari Mekkah, khas oleh-oleh yang baru datang dari tanah suci. Tapi sebenarnya, kamera ini tangguh. Asal, bersama aksesorisnya. Jika hanya bodi saja, daya gunanya tak maksimal. Itulah kamera GoPro. Tentang kamera ini ada banyak review-nya di internet, khususnya yang berbahasa Inggris.
Tak pernah berpikir ada kamera jenis ini. Nanti pernah ada tamu yang datang ke rumah mengenalkan kamera aksi ‘action camera’, wawasan itu baru ada. Untuk berpikir menjadi salah satu alat kerja tak terlalu utama. Belakang, setelah ada banyak publikasi mengenai kamera aksi di Youtube, harapan itu mulai ada. Khususnya tentang kamera GoPro Hero 3, yang publikasinya di dunia maya cukup masif. Menggoda untuk memilikinya.

            Butuh waktu hampir dua tahun hingga akhirnya bisa memiliki jenis kamera ini, sebagai salah satu kelengkapan alat kerja di lapangan. Ya, memang saya sudah memiliki Nikon D300s beserta housing-nya serta Nikon Coolpix AW-100 yang walau tanpa housing bisa dibawa menyelam di kedalaman 10 meter ke bawah serta ada fasilitas GPS. Tapi, ada beberapa ‘kelemahan’ dua kamera tersebut dibanding kamera aksi GoPro. Demikian juga sebaliknya. Apa itu?

            Kamera ukurannya kecil, seukuran wadah korek api GoGo, tapi GoPro lebih tebal setengah senti. Lebih tampak sebagai mainan daripada kamera serius untuk profesional. Kedua, tak ada lubang intip (view finder) atau LCD untuk melihat bagaimana posisi obyek (kecuali membeli khusus LCD yang bisa dipasang di belakang bodi yang harganya hampir 1 juta). Itu jadi masalah besar bagi yang tak terbiasa; masalah besar sebab kita tak tahu komposisi obyek.
 
            Fitur-fitur yang sangat sederhana. Bila di kamera digital lain tombol-tombol fitur minimal lima, maka di GoPro hanya tiga. Tombol power yang juga jadi mode, tombol shutter juga untuk enter, dan satu tombol wifi. Kombinasi dua tombol awal adalah pemilihan menu. Untuk isinya tak banyak, jadi bisa mudah memahaminya tapi gampang lupa. Sedikitnya tombol menjadikan kamera ini 99% auto (1% itu hanya pilihan pada Spot Meter alias Yes atau Not). Tak ada pengaturan kecepatan, tak ada pengaturan bukaan, tak ada pengaturan ISO, dan pengaturan-pengaturan lain seperti yang ada di kamera digital pada umumnya.
Kekurangan di atas memberi kesimpulan bahwa sepertinya kamera GoPro kamera jadul. Satu-satunya LCD yang ada di situ masih monokrom, seperti kalkulator, dan tak ada lampu flash. Betul-betul ketinggalan jaman. Begitu kira-kira.
Tapi ternyata, kekurangan di atas memang disengaja. Dugaan saya, selain memang ada yang tidak terlalu penting, juga untuk menghemat baterei. Dengan kata lain, kamera ini betul-betul hanya mengandalkan dua bagian utama pada kamera, yaitu lensa dan sensor. Kan memang itu yang penting ada pada kamera. Jika itu tak ada, kamera tak bisa apa-apa. Kalau yang lain sih masih bisa tidak ada.

            Nah, lalu apa kelebihan kamera ini. Pertama adalah kualitas gambar, khususnya GoPro Hero 3 seri Black. Bagi yang gemar mendokumentasikan aksi-aksi di lingkungan ekstrem atau aktivitas berbahaya dengan kualitas sangat bagus, kamera ini bisa diandalkan. Malah bisa dikatakan, kualitasnya mungkin terlalu berlebihan, alias mubasir juga sebab akan sangat jarang digunakan. Nanti saya jelaskan mengapa akan jarang digunakan.

Saya akan membandingkan kualitas video GoPro Hero 3 Black dengan dua kamera yang saya punyai (di atas sudah saya sebut) dan kamera merk lain yang saya tahu kualitas videonya, seperti Canon 7D.
GoPro Hero 3 Black resolusi videonya bisa sampai 4 K atau 4 K Cin atau kalau dalam resolusi layar sampai 4096 x 2160. Bandingkan dengan Nikon D300s yang hanya 1080 x 720 atau Coolpix AW-100 yang beresoulsi 1920 x 1080 alias sudah full HD, tapi pada GoPro telah ultra HD.

Frame per detiknya juga belum pernah saya temukan di kamera digital biasa, yang berkisar 12.5, 24, 25, 48, 50, 60 sampai 100. Apa artinya, bagi yang gemar membuat atau menghasilkan adegan lambat (slow motion), fps yang tinggi amat memanjakan. Singkat kata, ada sekitar sembilan kombinasi antara resolusi dengan fps-nya, tergantung film mau dipake apa nantinya.
Saya katakan demikian, ini juga sekaligus menjelaskan maksud mubasir di atas, sebab kalau menggunakan resolusi maksimalnya, yaitu kelas cinema (sinema alias setingkat dengan kualitas film bioskop) maka, pertama, kartu memori akan cepat penuh. Jika menggunakan kualitas itu, minimal menggunakan kartu microSD kapasitas 32 atau 64 GB yang berkelas 10 (kecepatan tulis paling cepat). Kalau kartu 2 GB saja, itu bisanya 3 menit video kualitas bagus.
Kedua, ketika file sudah ada di komputer, bila file-nya langsung masuk perangkat editing, akan sangat berat dan (dalam bahasa Mandar) akan “tekke-tekke”. Itu sempat saya alami padahal saya sudah menggunakan MacBook Pro 17” prosesor Core i7 dengan RAM 8 (diolah di Final Cut 10).
Untuk kualitas foto, biasa-biasa saja. MB-nya sampai 12 saja (seri Silver dan White masing-masing 11 dan 5 MB). Tapi yang membuat decak kagum adalah burst-nya, bisa sampai 30 foto dalam 1 detik! Kalau Nikon D300s, paling banter 8 sampai 9 foto dalam 1 detik. Bedanya, sesaat setelah mengutip burst, butuh kamera butuh waktu beberapa detik menuliskan file foto ke kartu memori. Alias leg-nya cukup lama dibanding kamera DSLR.
Lalu bagaimana dengan kualitas warnanya? Kualitas warna, baik foto maupun film juga biasa-biasa. Tapi khusus kualitas warna video, biasa di sini kira-kira sama maknanya penampakan warna RAW pada foto DSLR. Maksudnya, warnanya memang tampak biasa-biasa, tapi sebenarnya file tersebut memberi keleluasaan untuk memperbaiki warnanya. Sebabnya apa? Sebab file video yang dihasilkan bisa dianggap file RAW. Itu sebabnya, walau sensor GoPro kecil (dibanding DSLR), tapi pengolahan filenya tidak sama.
Untuk mengatur ulang warna dan kompresi file, sebelum masuk ‘meja’ editing akhir, file dianjurkan melalui dulu program GoPro CineForm yang bisa didownload gratis dari web gopro.com. Faktor lain, jika sudah dikonversi di CineForm, file tidak akan berat lagi diolah, tapi kualitasnya tetatp terjaga (kompresinya khusus, tidak seperti kompresi lainnya, yang menurunkan kualitas gambar).
Kelebihan lainnya, bila ingin mencoba atau yang gemar membuat film tiga dimensi, menggunakan GoPro relatif mudah dan murah dibanding bila membeli kamera 3D betulan. Dengan menggunakan dua bodi kamera GoPro dalam satu wadah khusus dan setelah melalui penyatuan file dari kamera kanan dan kiri di GoPro CineForm, film tiga dimensi sudah bisa dihasilkan. Pun sudah bisa dipakai menyelam (anti air). Dianjurkan untuk menggunakan kacamata tiga dimensi untuk melihat hasilnya walau itu hanya di monitor komputer (bukan monitor khusus).
Berikutnya adalah aksesoris yang bisa disiapkan khusus untuk GoPro. Bila dibandingkan dengan jenis kamera lain, aksesoris GoPro cukup lengkap dan relatif murah. Misalnya harga housing yang bisa membawa kamera sampai ke kedalaman 60 meter, yang harganya tidak sampai 1 juta (housing-nya malah sudah ada saat beli kamera ini). Bandingkan dengan housing poket sejenis Canon PowerShot yang harganya di atas dua juta.

            Sebab ukuran kameranya kecil, GoPro bisa dipasang di mana-mana (asal menggunakan aksesorisnya), seperti di kepala, di atas atau samping helem, di dekat ban motor/sepeda, di atas kap mobil, di haluan atau burita papan surfing, di dada, dan di lokasi-lokasi ekstrim lainnya. Yang bila kamera DSLR di situ, si pemilik akan berpikir dua kali (sebab berat, berpotensi jatuh, dan butuh alat aksesoris yang cukup mahal).

            Lensa GoPro Hero 3 sudah pakem, yaitu lensa wide. Hasilnya ultra wide, tapi belum sampai seperti distorsi lensa mata ikan. Beberapa video di internet (Youtube) memperlihatkan GoPro yang diganti lensanya. Tapi itu butuh lensa dan keahlian khusus. Yang jelas, lensa bawaannya yang wide dengan F sampai 2.8 sudah lumayan, yaitu memperluas daerah tangkapan (jadi tak perlu terlalu khawati obyek tak masuk dalam frame).

            Kamera GoPro Hero 3 sudah built in wifi. Artinya, bisa dikendalikan dari jauh untuk menekan shutter. Remote wifi sudah bawaan sejak membeli. Bagi yang punya iPhone atau Samsung Galaxy yang bisa install aplikasi GoPro, bisa menjadikan monitor hp atau tabletnya sebagai LCD darurat. Dikatakan darurat, sebab dari layar bisa dilihat penampakan apa yang dicakup lensa (frame), hanya saja tampilannya kecil (bila mau full screen, tap area monitor yang memperlihatkan cakupan lensa) dan tidak realtime. Ada leg beberapa detik antara apa yang dilihat oleh kamera dengan apa yang tampak di LCD kamera. Jadi, tidak sebaik dengan LCD yang telah menempel di kamera digital pada umumnya. Ini saya alami saat saya menggunakan iPhone 4 dalam mengendalikan GoPro Hero 3. 
            Jadi apa kesimpulannya atas kamera GoPro? Bagi pengguna awam, yang hasil video untuk diaplod di Youtube saja, komputer yang digunakan lelet, dan ingin langsung melihat hasil jepretan, tak dianjurkan untuk menjadikan kamera ini sebagai kamera utama. Anda akan stress memilikinya. Kamera ini dibuat (khusus) bagi orang yang biasa ke lingkungan ekstrem untuk mendokumentasi. Baik aksi diri sendiri maupun orang lain. Misalnya pe-motor cross, penyelam atau yang biasa snorkling, pe-sepeda atau pe-motor yang suka touring, pembuat film atau iklan, jurnalis (yang biasa investigasi), dan para aktivis pecinta alam.

            Dilihat dari harga, GoPro Hero 3 (yang termahal) relatif murah. Tidak sampai 5 juta, yang sama harganya dengan DSLR paling murah (di Nikon dan Canon). Selain bodi, juga sudah mendapat ‘kesing’ (housing) anti air dan beberapa alat. Tapi belum termasuk aksesoris seperti kartu memori, alat untuk menempelkan ke kap mobil, ke sepeda, LCD, baterei tambahan, dan lain-lain. Yang jelas, kalau mau mengoleksi semua aksesoris GoPro, kira-kira butuh dana 5 juta lagi. Artinya, kelebihan kamera yang paripurna bisa dimiliki jika mengeluarkan bajet minimal 10 juta. Ya lumayan, tapi masih lebih murah dibanding DSLR semi-profesional yang hanya bodi saja.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MENCHARGE TANPA KABEL, BISA ?

Wireless charging sebenarnya bukan konsep baru. Ilmuwan abad ke-19 Nikolai Tesla pernah mendemonstrasikan bahwa daya listrik bisa ditransmisikan secara nirkabel lebih dari 100 tahun yang lalu, tetapi konsep tersebut belum banyak dikembangkan.
Seperti  namanya, wireless charging adalah pengisian ulang baterai tanpa kabel. Tidak ada lagi kabel yang dicolokkan dari sumber listrik ke smartphone. Namun saat ini sejumlah perusahaan besar (ada 120 perusahaan) termasuk Sony, Nokia, Texas Instruments, dan Samsung telah membentuk Wireless Power Consortium (WPC) untuk mempromosikan wireless charging berbasis teknologi induksi.Hasilnya adalah standar Qi (dibaca chi, yang berasal dari Bahasa Cina yang berarti energi).
Pada awal September 2012 lalu WPC mengumumkan telah mensertifikasi 110 produk konsumer mulai dari smartphone, charging pad, game controller, perekam Blu-ray Disc, charger telepon untuk mobil, jam, sampai modul charger yang dapat dipasang di meja dan furnitur lainnya.
Bagaimana cara melakukan isi ulang baterai pada perangkat yang kita miliki? Sebuah perangkat bersertifikat Qi dapat di-charge dengan menempatkannya di bantalan charger berlogo Qi. Kenyataannya teknologi ini tidak sepenuhnya wireless karena untuk mengisi baterai, Charger Pad (bantalan charger) masih harus terhubung ke stop kontak.
Indonesia sendiri telah hadir Nokia Lumia 920 dan Nokia 820 yang mendukung pengisian baterai secara wireless. Lalu ada Samsung Galaxy S4 dan dikabarkan iPhone 5s juga akan menerapkan teknologi ini. Kabarnya pengguna harus membeli back cover dan aksesori charging pad agar dapat mengisi ulang ponsel mereka tanpa harus mencolokkan kabel. Perlu dicatat juga Samsung adalah anggota dari standar yang dijalankan Aliansi Energi Wireless seperti Qualcomm, Broadcom dan lainnya. Samsung dan Apple adalah dua perusahaan yang sedang mengerjakan wireless charging ini pada smartphone 2013 mereka.
Nokia telah berkolaborasi dengan Fatboy untuk menyediakan bantalan (pad) pengisi ulang baterai. Vendor smartphone asal Finlandia ini telah pula bekerja sama dengan maskapai penerbangan Virgin Atlantic dan jaringan gerai Coffee Bead & Tea Leaf untuk menyediakan pad isi ulang baterai gratis kepada para pengguna Lumia 920.
Samsung melaporkan mereka sedang mencari Qi dari Wireless Power Consortium yang merupakan pilihan paling popular dengan anggotanya seperti Nokia, Motorola, LG dan HTC. Standar apapun yang dijadikan acuan, Samsung tidak akan mengintegrasikan teknologi ini pada Galaxy S IV mereka, tetapi akan menyediakannya untuk back cover (Nokia Lumia 820). Sudah tersedia juga Qi charger kits untuk Galaxy S 
III dari pihak ketiga, tetapi perangkat tersebut bukan perangkat resmi dari Samsung.
Apple juga dikabarkan akan menggunakan teknologi wriless charging ini pada produknya, tetapi perusahaan ini dikabarkan akan meyajikan dengan solusi rumahan, yang merupakan salah satu karakter dari raksasa Cupertino tersebut.

Menurut pihak dalam, Apple sedang menginvestigasi implementasi teknologi tersebut untuk diterapkan sebagai perangkat tambahan dibandingkan menyatukannya pada iPhone 5S.
Dalam waktu kurang dari seminggu kita akan segera  mengetahui apakah wireless charging ini akan menjadi bagian Galaxy S IV dan seperti apa jenisnya? Sedangkan Apple sendiri, belum dapat diketahui kapan akan mulai mengimplementasi teknologi ini. Wireless charging sebenarnya bukanlah barang baru. Smartphone Palm Pre yang diluncurkan pada tahun 2009 sudah menyediakan opsi wireless charging. Tetapi hingga sekarang masih jarang smartphone yang menawarkan charger nirkabel.
Apakah fasilitas wireless charging pada smartphone kurang menarik? Nyatanya Intel sekarang sedang mengembangkan ekosistem wireless charging. Intel berencana mengintegrasikan solusi wireless charging pada notebook, ultrabook, PC desktop, dan lainnya sehingga pengguna nantinya dapat mengisi ulang baterai smartphone mereka dengan mendekatkannya ke PC atau notebook yang sedang dipakai.
Caranya, pengguna menjalankan software pengaktif wireless charging pada komputer mereka dan meletakkan smartphone tersebut di sampingnya (dengan jarak sekitar 1 inci). Sambil bekerja di komputer, pengguna mengisi ulang baterai smarphone mereka. Guna mewujudkan rencananya tersebut, Intel telah menunjuk Integrated Device Technology (IDT) untuk mengembangkan chipset untuk modul wireless charging. Chipset tersebut natinya dapat dipakai pada modul transceiver (pada komputer) dan reciever (pada smartphone atau peranti lain).
Dengan chipset ini, menurut IDT, akan ada efisiensi biaya karena pengurangan jumlah komponen elektronik pada modul wireless charging. Sebenarnya teknologi yang digunakan wireless charging bukanlah temuan baru. Teknologinya sama dengan yang digunakan pada dinamo pembangkit listrik atau transformator penaik/penurun tegangan.
Semua perangkat tersebut sama-sama menggunakan hukum Fisika, yaitu bila suatu kumparan kawat dialiri listrik maka akan timbul medan magnet. Sebaliknya, bila suatu kumparan dikenai dengan medan magnet, maka akan timbul aliran listrik pada kawat kumparan.
Dengan cara yang sama, charger yang berupa kumparan dialiri listrik. Sehingga timbul medan magnet di sekitarnya. Medan magnet ini mengenai kumparan yang telah dipasang di bagian belakang smartphone. Maka pada kumparan di smartphone timbul arus listrik yang seterusnya digunakan untuk mengisi baterai.
Jarak antara kumparan pada charger (transceiver) dan pada smartphone (receiver) harus sedekat mungkin. Makin jauh jaraknya, makin kecil listrik yang ditimbulkan pada kumparan di smartphone. Untungnya para peneliti di MIT pada tahun 2006 telah menemukan teknik resonansi sehingga jarak antara transceiver dan receiver bisa lebih jauh dibandingkan dengan induksi biasa. Mereka berhasil memisahkan kedua kumparan sejauh beberapa meter.
Pada penerapannya, jarak antarkumparan belum sejauh yang diriset di lab. Standar Qi yang dibuat oleh Wireless Power Consortium (WPC)  misalnya mendukung teknologi resonansi magnetik dengan jarak  sampai sejauh 40 milimeter. Walaupun bagi kita kedengarannya sangat mudah dan praktis, namun sebenarnya proses yang terjadi di balik itu semua cukup rumit secara teknis.
Contoh Smartphone yang menggunakan wireless charging adalah NOKIA Lumia, dan ini merupakan proses bekerjanya wireless chargingnya :
Sebuah transmitter coil diletakkan di bawah (L1) dan receiver coil (L2) diletakkan di sebelah atas. Kedua coil ini diletakkan di device yang berbeda. L1 akan diletakkan di Nokie Wireless Charging Plate dan L2 akan diletakkan di Nokia Lumia 920. 
Transmitter coil akan menghasilkan medan magnet, yang menginduksikan voltase listrik di receiver coil. Voltase listrik inilah yang digunakan untuk mengisi baterai smartphone. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS